Minggu, 10 Maret 2013

The Adventures must be go on!!!



By : Uswatun Hasanah

Hari ini H-2 menuju tahun depan, kami TBC/Becham alias The Beyond Champion ada yang baru lho?? Sesuatu yang bukan sekedar cetar membahana namun mengisi relung raga jiwa yang haus akan siraman rohani fisik.
What is that? Gimana nggak, kami pembinaan bukan sekedar pembinaan namun pembinaan berbasis wisata,hehehe. Setelah H-3 kemarin pembinaan with Mr.Asep Musa about IT (Information of Technology) yang indoor, sekarang outdoor. Seperti bukan pembinaan pekanan memang tapi pembinaan in the weekend.
Yippie, kita mulai petualangan dari Asetri. Setelah majlis ba’da shubuh para TBC, julukan etoser ’12 bergegas untuk go to Tuntang. Pukul 09.05 waktu indonesia bagian jam dinding teras asetri, dengan naik angkot dan dengan dimulai dengan Bismillahirrohmanirrohiim, kami melaju. Menuju rumah akhiina Arroyan Suwarno di Tuntang. Perjalanan memakan waktu lebih kurang 2 jam. Nuansa perjalanan diliputi lembah-lembah yang eksotis dan memukau. Kami TBC (bukan tuberculosis lho ya) ber-11 saja karena Royan masih berkutat di tempatnya.  Kami pergi ber-13 dengan pendamping Mbak Aini (Etoser 2008) serta Mas Cahyo (Etoser 2009, yang terobsesi menjadi pendamping :D).
Nuansa pedesaan masih kental terlihat, jalanan yang kami lalui berbatu tajam namun pemandangannya yang mengharuskan kita berkata lebih dari wow, alias Subhanallah. Diiringi dengan musik dan gemericik senda gurau kami menghiasi perjalanan.
Akhirnya, sampailah kami pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa di Rumah Royan di Kecamatan Tuntang, Ungaran pukul 11.00. Rona pedesaan yang masih kental membuatku cetar. Kita itu dari alam, untuk alam dan akan kembali ke alam. Namun baru kali ini, aku merasakan damainya hidup di desa. Kenapa? Rumahku di desa namun pesona alamnya tidak seramah di desa. Banyak polusi di mana-mana, sungai-sungaipun banyak yang terkotori. Hingga hanya panas, panas, tanpa adanya asupan oksigen memadai yang dirasa.
Sejenak, keadaan lingkungan turut mempengaruhi bagaimana pembetukan watak kita, kawan. Daerahku disebut desa, tapi secara fisik tidak melambangkan kharakteristik desa. Disebut kota pun belum pantas pula karena masih ada lahan pertanian dan toko-toko pun belum banyak di desaku. Apalagi jasa photocopy, warnet ataupun sekolah lanjutan belum ada di desaku.
Aku begitu senang melihat kenyamanan hidup di desa, meski aku tahu jalanannya masih berbatu belum diaspal merata. Tapi aku tahu untuk mencapai suatu kenyamanan atau titik kesuksesan, jalanan terjal yang curam dan penuh duri itu harus dilalui. Untuk mendapatkan sesuatu yang diidamkan, harus ada perjuangan dan pengorbanan.
Sampai di sana, kami disuguhi dengan sambutan hangat dari ahlul baitnya. Pelajaran lagi buatku adalah keluarga Royan sangat ramah sekali bahkan akrab. Terbukti dengan raut wajah serta mimik muka alami. Adik Royan, Gestha begitu akrab sekali dengan kakaknya. Selisih umur 3 tahun serta bentuk fisik Gestha yang lebih berbobot dibanding Royan tak membuat mereka berselisih. Subhanallah, aku takjub. Aku tak bisa membohongi diriku, aku merindukan adik-adikku kapankah aku bisa akrab dengan kalian. Aku cinta kalian tapi perasaan ini begitu menggerogotiku. Adikku dan aku seolah dalam dunianya sendiri.
Pukul 11.30 kami makan bersama, dengan lauk soto ayam, tahu tempe dan telur kami semua menyantap habis hidangan yang tersedia. Berasa di rumah sendiri, padahal di rumah orang asli medan euy. Padahal umumnya orang Medan itu berwatak keras, namun tidak dengan keluarga ini. Mereka begitu terbuka kepada siapa saja dan kami pun begitu nyaman.
Setelah sholat Dhuhur, kini saatnya mencicipi agrowisata di samping rumah Royan. Dengan berbagai buah-buahan, sayuran dan tanaman lain membuat rumah ini semakin berkilau sumber dayanya. Dari durian, papaya, alpukat, jeruk nipis, jambu biji, nanas, kelapa, belimbing, kedondong, pohon salam, pohon kopi, tanaman cabe, dll ada di sini. Gak harus ke mekarsari ke tuntang pun jadi,,hehe menikmati buah dari desa yang indah berseri yang diambil langsung dari pohonnya.
Begitulah nikmat Allah kepada keluarga ini, ‘Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?’ Dari sapi perah yang hilang hingga datang penggantinya berupa kabar gembira bahwa Royan diterima di beastudi etos adalah suatu anugrah. Kini arloji yang hilang bukanlah suatu hal yang tidak berhikmah, namun aku yakin itu adalah karena Allah cinta kamu kawan. Iman kita diuji seberapa besar penyerahan atas segala diri dan titipan ini pada Allah.
Setelah berbincang-bincang dengan ibu dan nenek Royan, serta berfoto ria bersama kami pulang. Dibekali dengan durian, dan papaya untuk penghuni di asrama.  Eitz, petualangan masih berlanjut. Sekarang giliran ke Mas Tur utawi Mas Fatkhur di Pabelan, Salatiga. Diwarnai aksi dorong-mendorong angkot karena efek jalanan yang begitu penuh batuan juga rintikan hujan kami tetap semangat. Meski juga harus bolak/lik mencari jalan karena jalan yang biasa dilalui sedang tidak bisa diakses. Kalau ini lebih menggiurkan lagi pemandangannnya. Pohon-pohon seolah berbaris rapi ketika upacara, dan itu hampir di temui tiap pandangan mata dimana kami mulai memasuki kawasan yang menurut saya seperti hutan. Dengan kondisi jalanan yang menanjak, penuh batu dan berlumpur aksi dorong angkot pun terjadi lagi.
Syukurlah, dari pukul 14.00-16.00 sampailah kita di rumah Akhiina Fatkhur Rohman. Sambutan hangatnya tak kalah dengan keluarga Royan. Rumah yang begitu sederhana namun banyak menimbun inspirasi. Ashar disini dimulai jam 16.00, tidak seperti umumnya yang waktu asharnya jam 15.00 WIB. Ayahnya Mas Fatkhur seorang peternak pedhet dan kambing. Beliau juga membuat wadah untuk ikan asin yang hanya dihargai murah tak sebanding dengan kerasnya beliau bekerja. Kakak perempuan Mas Fatkhur sudah berkeluarga sementara yang tinggal di rumahnya kini hanyalah adik dan orangtuanya.
Hari ini TBC benar-benar makan 2x, siang dan sore. Dengan jamuan khas dari pondokan Mas Fatkhur itulah yang mengakhiri petualangan kami. Perjalanan pulang yang memakan waktu hingga maghrib, masih betah di jalan ditemani angkot tanpa lampu itu. Sampai di asrama dengan luapan keletihan dan ibrah besar yang didapat hari ini, lalu sholat jama’ qoshor maghrib ma’al isya’.
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari petualangan ini kawan, banyak peristiwa yang mesti disaksikan bahwa kekayaan yang hakiki itu adalah berasal dari hati. Kesuksesan yang sejati adalah kesuksesan yang diwarnai oleh aksi-aksi menginjak duri tajam dan yakin akan kekuaasaan Allah. Indahnya hidup itu disaat kita menikmati, saat kita menerima setulus hati akan apa yang digariskan Allah bagi kita. Rizki, hidup/mati, jodoh semuanya takdir Allah. Kita hanya berusaha mengubah takdir itu menjadi lebih baik.
Petualangan fisik pada hari ini memang telah usai, namun petualangan yang sejati masih berlangsung. Semangat kawan!!! Jadikan orang-orang yang kita kasihi, yang menyayangi kita, atau bahkan melecehkan kita itulah motivator kita, motivator penggerak bagi pencariaan makna hidup ini. Warna-warni kehidupan itu asyik seasyik kita bermanfaat bagi orang lain.

                                                                                                                          Semarang,
                                                                                                                          16 Shafar 1434 H
                                                                                                                          30 Desember 2012 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar