Oleh: Ratih Nisa Al
Haq
Tak
banyak yang terjadi ketika harus mempersiapkan agenda esok pagi. Melakukan
agenda rutin etoser divisi kesehatan dalam program SDP (Sekolah Desa Produktif)
di desa Rowosari kecamatan Tembalang, kabupaten Semarang. Yups, senam rutin
setiap 2 pekan sekali dengan sasaran ibu – ibu rumah tangga yang menjadi
penduduk setempat di desa tersebut. Mengawali esok pagi dengan semangat baru,
kurebahkan diriku di atas kasur seraya memejamkan mata. Sedikit flash back mengingat kegiatan ku hari
ini dan ku tutup dengan membaca do’a sebelum tidur. Sepele memang, tapi inilah
aku dengan segala keteraturan hidupku dan kepercayaan akan kekuatan do’a dari
Yang Maha Menakjubkan.
Seperti
biasa sholat subuh berjama’ah dan pembacaan al-matsurat di pagi hari menjadi
rutinitas yang sudah melekat dalam pribadiku. Dilanjutkan dengan majelis subuh
yang semakin menguatkan rukhiyah ku untuk bertholabul ilmi di pagi hari. Ditambah dengan tilawah rutin selesai
subuh menjadikan fisik dan batinku lebih tenang dan terarah untuk menghadapi
hari ini. Segera ku ambil perlengkapan mandiku untuk memulai aktifitasku hari
ini. Rencana pertama Senam SKJ dan Poco
– poco di Rowosari dan dilanjutkan dengan pembinaan per angkatan rutin setiap
sepekan sekali. Tapi kali ini sedikit berbeda karena pembinaan yang biasa
dilakukan adalah stay ditempat dengan
mengundang seorang pembicara sebagai pemateri dan lebih ke arah diskusi serta sharing tentang masalah yang menjadi
topik saat itu.
Kali
ini kita, etoser angkatan 2012, bersama pendamping yang selalu ada buat kita
semua ikut pembinaan silaturahim ke daerah teman – teman di daerah Ungaran dan
Salatiga. Lumayan jauh memang, tapi sedikit perlu diketahui bahwa sesungguhnya
silaturahim memiliki efek yang luar biasa bagi kita serta pahala yang tak
terkira dari – Nya. Oleh karena itu niat yang pertama perlu di mantapkan dan
fisik yang kuat untuk perjalanan jauh. Karena setiap pembinaan ada dana untuk
teknisnya, maka aku berniat membelikan sedikit oleh – oleh untuk kawan – kawan
yang akan kami kunjungi. Bersama mbak Aini, pendamping kami, aku sengaja ijin
pulang dulu dari lokasi senam di Rowosari dan mampir sebentar di sebuah toko
roti yang cukup terkenal di kota Semarang. Tak perlu waktu lama bagi ku untuk
memilih jenis roti yang aku butuhkan. Segera ku kendarai motor bebek milik mbak
Aini untuk menyusul rombongan teman – teman yang siap berangkat.
Sesampai
di depan asrama ternyata rombongan belum bersiap berangkat. Sambil menunggu
kelengkapan personil kawan etoser 2012 maka aku duduk sejenak mengatur nafasku
yang sedikit kacau karena gugup takut ditinggal rombongan. Selang beberapa
menit, kami sudah siap berangkat menuju destinasi pertama yaitu rumah kawan
kami di daerah Ungaran tepatnya di desa Tuntang. Perjalanan kami lalui dengan
kegembiraan di dalam mobil angkot yang kami sewa setiap kegiatan etos semarang.
Mungkin karena sudah langganan maka Pak Didik, sopir angkot yang kami sewa, tak
banyak berkomentar dengan kegaduhan yang kami buat.
Senang
rasanya ketika sudah memasuki kawasan Ungaran yang memiliki banyak obyek
wisata. Kawasan wisata Bandungan dan Candi Gedongsewu yang menarik banyak
pengunjung hanya bisa kulihat dari plang yang terpampang di pinggir jalan yang
kami lalui. Tak apa jika saat ini aku belum bisa mampir kesana, cukup tahu arah
jalan yang kulalui untuk mencapai daerah ini sudah membuatku puas untuk segera
menyambangi tempat ini. Tak terhitung
berapa puluh kilometer yang telah kami lalui untuk mencapai sebuah jembatan
yang menjadi patokan kami menuju rumah kawan kami, Royyan. Sambil menunggu
kedatangannya menjemput kami, sejenak ku arahkan pandanganku ke sekeliling. Ku
lihat Nela yang masih mual sejak keberangkatan hingga saat ini, tak terkecuali
mbak Aini yang merasakan hal serupa. Ana yang masih sibuk bernyanyi riang
dengan Ida. Dan Asri yang sengaja memejamkan mata di kursi paling pojok. Eko,
Zamak, Amar dan Salman yang masih dalam posisi semula, duduk berdempetan karena
memmang kondisi angkot yang sempit. Mas Cahyo dan Mas Fatkhur yang masih asyik
ngobrol di jok paling depan, dekat dengan sopir. Entah karena memang biasa duduk di depan atau
untuk menghindari rasa mual yang banyak dirasakan kawan – kawan yang lain,
entahlah.
Tak
lama nampak Royyan dengan Karisma-nya muncul dari sebuah gang. Kami pun
mengikuti jalan yang dilalui Royyan dengan perasaan yang tiap orang rasakan
berbeda. Aku sendiri asyik melihat pemandangan hijau yang tek henti – hentinya menyambangi
penglihatanku. Subhanalloh..... pekikku
dalam hati. Betapa tidak, aku yang tak pernah melihat daerah sesejuk dan seluas
itu sekarang mendapati hal tersebut ada di depan mataku. Tak henti – hentinya
aku memuji kebesaran-Nya sepanjang perjalanan itu. Betapa senangnya jika aku
menjadi Royyan yang memiliki kampung seasri itu. Perjalanan menuju rumah Royyan
ternyata masih jauh dari dugaan kami yang mengira ketika masuk gang maka akan
segera sampai lokasi. Jalan berkelok – kelok di daerah kaki gunung Ungaran itu
membuat kami semakin terpesona. Aku menyebutnya daerah Agrowisata, mungkin itu
kata yang tepat ketika kami sampai di rumah Royyan.
Rumah itu mungil dan sederhana tapi terlihat mempunyai sebuah nilai seni
ketika aku memasuki tiap ruangan yang ada di dalamnya. Halaman yang luas milik
keluarga Royyan banyak ditumbuhi
pepohonan lebat yang rindang dan memiliki nilai jual. Tengok saja sisi kirinya,
isinya adalah kebun buah – buahan mulai dari rambutan, mangga, jambu, pisang,
nanas, kelapa, kedondong, alpukat, pepaya dan yang tak ketinggalan adalah
durian. Hmm.. bau khas dari buah yang satu ini sudah menusuk hidung ketika aku
akan memasuki ruang tamunya. Sejenak ku
tinggalkan aroma –aroma yang menggodaku itu, kami segera duduk setelah
dipersilahkan oleh si empunya rumah untuk menikmati hidangan yang tersedia.
Tampak
segala macam makanan ringan hasil olahan dari kelapa yang tersaji di atas meja.
Ku cicipi satu persatu untuk merasakannya. Tak lama kemudian datang seorang
anak perempuan yang menyalami kami, kusapa ia dan ku beri beberapa pertanyaan
sederhana ketika berkenalan. Sedikit kaget ketika aku melihat sosoknya karena
dia adalah adik kandung Royyan yang masih duduk di bangku kelas X di sebuah SMK di daerah Salatiga.
Panggilannya, Getsa, bungsu dari dua bersaudara pasangan dari kedua orangtua
Royyan. Keluarga kecil memang, tapi sangat harmonis ketika aku mulai mengenal
pribadi masing – masing dari anggota keluarga Royyan. Ayahnya yang begitu tegas
terlihat dari sikap dan gaya bicaranya yang masih memiliki darah keturunan Belanda.
Bu Iin, ibunya, nampak begitu bijaksana.
Sosok ibu lulusan sarjana hukum itu memberi kesan tersendiri bagiku. Adiknya
yang masih cukup belia untuk mengenal dunia kerja sudah memiliki keinginan
untuk bekerja setelah lulus nanti karena kondisi keluarga yang pas – pasan
menurutnya. Neneknya yang memiliki darah asli Batak begitu sayang dan perhatian
terhadap keluarganya serta dengan lembut menyambut kedatangan kami.
Sekitar
pukul 2 siang, kami berpamitan untuk melanjutkan destinasi kami yang kedua. Setelah
sebelumnya santap siang bersama dengan desert
buah durian yang baru jatuh dari pohonnya dan kelapa muda yang juga baru
dipetik. Sedap dan nikmat yang terkira bagiku. Berada ditengah – tengah
keluarga itu aku merasakan perasaan haru yang menggerayangi hatiku, kangen
rumah dan teringat kedua orangtuaku disana yang pasti aku rindukan. Segera
setelah semua siap, kita tak lupa untuk
berfoto bersama. Menuju angkot yang terparkir di depan rumah, kami bergegas
menaikinya dengan terlebih dahulu berpamitan kepada semuanya. Oke, lets’ go to the next destination....
Salatiga we are coming.....
Kembali
ke dalam candaan dan tawa riuh di dalam kendaraan yang membawa rombongan kami
menuju rumah kawan kami yang kedua, Mas Fatkhur, sosok pendiam yang membuat
kita kagum. Awan mendung mulai nampak di depan kami, seolah memang berusaha
untuk menaungi kami yang sedari tadi kepanasan, rintik hujan pun mulai turun.
Kujulurkan
kepalaku sedikit keluar jendela, terpaan angin dan derai air yang menyapu
wajahku membuat ku merasakan sensasi dingin yang menyejukkan. Ku angkat telapak
tanganku, menadah tetesan yang turun dari langit, this is the nature,,,,,
Perjalanan
menuju rumah Mas Fat tak kalah menarik dengan perjalanan sebelumnya. Sungai –
sungai jernih menampakkan harmonisasi alam yang begitu seimbang dengan hutan
yang berada di sepanjang jalan. Sawah –sawah yang nampak hijau di seberang sana
menambah keindahan lukisan-Nya dengan latar rintik hujan yang turun perlahan.
Ketika mulai memasuki sebuah jalan terjal dengan aspal yang mulai rusak, mobil
yang mengangkut kami mulai bermasalah. Tersendat bebatuan yang tidak rata,
sehingga terpaksa kita turun untuk mendorongnya. Hujan pun mulai turun agak
deras, membuat ku harus segera mengenakan payung milik Ida agar badanku tidak
kuyup. Dengan pertimbangan dari beberapa kawan, maka kami memutuskan untuk
putar balik mengingat jalan yang dilalui memiliki medan yang sulit untuk
dilewati.
Karena
alasan tersebut, maka kita harus memutar jalan sehingga membutuhkan waktu yang
lebih lama, apalagi setelah tahu bahwa jalan utama menuju rumah Mas Fat ditutup
karena ada material bangunan. Maka butuh sekitar 2 jam untuk sampai ditempat
tujuan. Masalah pun tak berhenti sampai disitu, ketika melewati jalan yang
menanjak pun angkot kami mengalami kendala lagi, mogok. Mungkin karena memang
angkotnya sudah tua maka mesinnya cepat panas atau mungkin ada hal lain yang
menjadi sebab, entahlah.
Tak
lama perjalanan pun berlanjut hingga kami tiba di sebuah rumah papan sederhana
milik Mas Fat. Kecil memang, tapi tak sekecil hati yang dimiliki oleh pribadi
pemilik rumah. Kedua orangtua Mas Fat menyambut kedatangan kami dengan penuh
kehangatan. Teh hangat pun sudah siap terhidang dengan gelas – gelas di baki.
Seperti tahu keadaan kami setelah 2 jam perjalanan dalam derai hujan sepanjang
jalan maka hidangan tersebut seakan jawaban dari semuanya.
Obrolan
sederhana kami mengalir lancar seakan seperti saudara jauh yang telah lama tak
bersua. Maka kami pun agak enggan ketika harus segera meninggalkan rumah mungil
tersebut mengingat waktu sudah menjelang petang hari. Karena tidak ada
penerangan dalam mobil yang kami tumpangi itulah alasan mengapa kami harus bergegas
pulang supaya tidak kemalaman di jalan. Maaf pak, buk, jika kami hanya singgah
sebentar, tapi ini akan menjadi kenangan yang tidak sebentar di memori kami.
Segera
kami berfoto bersama untuk kenaang – kenangan dan bukti bahwa kami pernah ada
disini, di peraduan kawan kami, Mas Fat. Kembali pulang kami mencoba mengingat
hal – hal yang tak sempat kami lakukan, tapi ucapan syukurku yang tak terkira
adalah hal pertama yang selalu muncul dalam hatiku.
Berbagai
perasaan dan pengalaman yang kudapat hari ini akan menjadi saksi sejarah
kehidupanku. Betapa aku merasakan kami, etoser 2012, semakin akrab dan erat dan
persaudaraan ukhuwah islamiyyah.
Dengan jargon kami “The Beyond Champion” kami berani mengukuhkan bahwa kami
adalah keluarga. Silaturahim ini nantinya harus tetap terjalin karena
memutuskan tali persaudaraan itu haram dalam islam. Bersama melangkah mencapai
cita dan asa yang kami harapkan dalam dekapan ukhuwah, so, you are my unforgotable moment ....
Diperaduan
hangatku, 10.23
Ratih Nisa Al
Haq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar